Prespektif Sosiologi Pendidikan - Ruang Kelas

Download File ini

TUGAS RINGKASAN

PRESPEKTIF SOSIOLOGI PENDIDIKAN TERHADAP RUANG KELAS

Ringkasan ini dibuat untuk memenuhi tugas Mid Semester VIII

Mata Kuliah Sosiologi dan Antropologi Pendidikan

Dosen Pengampu : Drs. Ahmad Zaini, M.Pd.

Disusun oleh:

Kelompok VI

1. Muhtadin Abrori

2. Tahrun

3. Indra P

4. Winda Listiowati

5. Ely Setiyo Asih

6. Khulasoh

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BHAKTI NEGARA (STAIBN)

2009


PENGANTAR

Segala Puji hanya milik Alloh Rob pengatur alam semesta. Yang Maha Pengasih dari segala kasih Yang Maha Penyayang dari segala sayang. Yang Menguasai hari Pembalasan. Hanya pada-Mu lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu lah kami memohon pertolongan. Ya Alloh tunjukilah kami ke jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan orang-orang yang sesat. Sholawat dan salam semoga terlimpah pada junjungan Nabi Muhammad shollallohu Alaihi Wa Sallaam, beserta keluarga, para sahabat, para tabiin, para tabiit tabiin dan semua yang mengikut jejak beliu. Ajmaiin.

Tulisan ini membahas tentang bagaimana proses belajar mengajar yang efektif dan menarik bagi peserta didik agar mereka ikut aktif dalam belajar. Khususnya di dalam ruang kelas yang ditinjau dari Sosiologi Pendidikan. Harapannya setiap mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Bakti Negara memiliki kompetensi pengetahuan pengelolasan ruang kelas yang baik dalam melakukan pendidikan.

Maka dengan segala ketulusan hati, penulis berbangga dapat menyelesaikan kelompok ini. Guna memenuhi Tugas Mid Semester VIII Mata Kuliah Sosiologi dan Antropologi Pendidikan dengan dosen pengampu Drs. Ahmad Zaini, M.Pd. Progdi S1 Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Bakti Negara Slawi.

Tentunya di dalam tulisan ini masih banyak kekurangan, dan perlu perbaikan agar menjadikan lebih baik dan lebih sempurna. Harapan penulis akan saran dan kritik pembaca untuk menutupi kekurangan tersebut. Akhirnya kami mohon petunjuk kepada Allah agar kita diberi kebaikan dunia dan akhirat serta dijauhkan dari siksa keduanya. Amin.

Tegal, April 2009

Penulis


Perspektif Sosiologi Pendidikan

Terhadap Ruang Kelas

Pendahuluan

Sosiologi pendidikan telah memandang ruang kelas merupakan suatu objek penelitian yang sangat diperlukan, karena didalamnya terjadi proses hubungan interkasi antara guru dan murid, maupun timbal balik keduanya. Ruang kelas dapat merubah individu yang ada di dalamnya. Sehingga dalam pembahasan kali ini ruang kelas dianalisa dengan beberapa pendekatan. Yang pada akhirnya terjadi hubungan ruang kelas terhadap individu terhadap struktur sosial yang lebih luas.

Ruang Kelas Sebagai Sistem Sosial

Persons melihat perlunya anak-anak belajar memainkan peran mereka dalam masyarakat, suatu gagasan yang mengandaikan bahwa tiap individu mempunyai suatu peran yang sudah ditetapkan, dan sekolah hanya menambahkan saja apa yang diperlukan baik untuk memperhalus maupun untuk memperbaiki penampilan pemegang peran yang sudah ditentukan sebelumnya. Inilah kurikulum yang tidak tercantum dalam kurikulum formal sekolah sebagaimana yang dikatakan persons dalam The School Class as a Social System

Analisa Interaksi Beberapa Antesenden

Landasan perilaku kelompok yang berbeda seperti melawan otoritas, mengejar-ngejar orang yang dikambing hitamkan, sikap tunduk apatis terhadap dominasi otoriter, atau menyerang golongan luar. Dalam hal ini Lewin H. H. Anderson (1939) menyelidiki pengaruh perilaku dimaksud dengan istilah Dominatif dan integrative pada anak-anak. Sebagaimana katanya : “Dominasi adalah teknik Kediktatoran”. Sedangkan “Integratif adalah teknik memberikan peluang berfikir bersama” .

Penelitian yang dilakukan kedua mahasiswa Lewin – Lippitt dan White. Memberikan gambaran bahwa gaya pemimpin otokratik yang demokratik atau Leissez-faire memungkin anak-anak menyenangi apa yang mereka lakukan. Hasilnya anak-anak lebih produktif bila pemimpin otokratik hadir, dan bersifat agresif bila pemimpin Leissez-Faire yang hadir.

Analisa Interaksi

Withall melukiskan guru terbagi atas Learner-Centered dan Teacher-Centered, yakni proses terjadi pembelajaran ada dua murid sebagai pusat belajar atau Guru sebagai pusat belajar. Flanders memberikan asumsi bahwa potensi murid sangat berkaitan terbalik dengan tingkat ketergantungan kepada guru. Yakni bila ketergantungan murid kepada guru kurang maka semakin besar kemungkinan murid mengembangkan potensi belajarnya dan sebaliknya semakin besar ketergantungan murid kepada guru semakin kecil kemungkinan murid mengembangkan potensi belajarnya. Karena menurut Flanders, guru adalah pemberi nasehat, pemberi petunjuk-petunjuk dan membenarkan otoritas atau sebaliknya guru itu yang menerima perasaan-perasaan, gagasan-gagasan, pemberi dorongan kepada murid untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

Diferensi dalam Ruang Kelas

Telah Lacey (1966, 1970, 1976) mengenai Differensiasi yang mengacu kepada praktek keorganisasian para guru yang normal, dimana para pelajar ditentukan masuk kelas tertentu atas dasar-dasar criteria-kriteria tersendiri. Menjadi para pelajar mampu mengevaluasi diri mereka sendiri atas dasar status yang telah ditetapkan secara keorganisasian.

Sedangkan Floud memandang ruang kelas merupakan tempat gelanggang persaingan untuk memperoleh hadiah berupa nilai. Namun persaingan itu harus sepadan dalam kemampuan pengetahuan dan keilmuannya.

Pendekatan – pendekatan Interpretatif terhadap ruang kelas

Terori kurikulum yang disampaikan Tyler (1949), Bloom (1954) dan Taba (1962) bahwa pemantapan perilaku sebagai prasyarat perencanaan kurikulum. Yakni sasaran pendidikan yang paling penting adalah sebagai pedoman untuk mengambil keputusan tentang pemilihan isi dan pengalaman-pengalaman belajar dan sebagai criteria apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya.

Durkheim, juga menyatakan bahwa hal-ihwal manusia dapat diredusir kepada hukum sebab-akibat, dan bahwa cara yang paling baik, paling efektif dan efesien untuk mencapai tujuan hanya ditemukan melalui penyelidikan ilmiah. Sedang tujuan analisa adalah untuk memperbaiki efektifitas cara mengajar, memeriksa dengan teliti guru sehingga hasil belajar murid dapat dimaksimalkan.

Ciri khas sekolah menurut Waller : Sekolah merupakan titik temu sejumlah besar hubungan-hubungan social yang jalin-menjalin.

Pendapat Keddie tentang kegagalan dalam pendidikan dapat dilihat dari proses-proses pembuatan definisi yang terjadi di dalam sekolah sendiri maupun organisasi social dari pengetahuan kurikulum.

Pendekatan – pendekatan Radikal terhadap ruang kelas

Penelitian yang dilakukan Sharp dan Green tentang klasifikasi anak terhadap kemampuan dan cara pemecahannya adalah rata-rata guru lebih banyak membantu murid-murid yang sudah maju dibandingkan yang memiliki banyak problem, yakni membiarkan murid-murid memiliki beban tanggungjawab atas keberhasilannya atau kegagalannya berada ditangannya. Selanjutnya proses pembedaan dari pihak guru terhadap status anak yang bermasalah kian dikukuhkan dan guru menjelaskan kegagalan anak tersebut lantaran anak itu tidak bisa sibuk lantaran tidak bisa memusatkan perhatian pada kegiatan yang sedang berlangsung. Dari sini Sharp dan Green memberikan konsep “Kesibukan” : anak-anak perlu sibuk dan mengesampingkan evaluasi. Sebagaimana katanya : “Alat yang sering dipakai untuk memproses murid, tidak saja tersimpan sekedar criteria-kriteria social, emosional, estetik bahan fisik dan dengan begitu probabilitas control social menjadi besar”.

Implementsi perubahan dalam praktek ruang kelas

Hoeter dan Ahlbrand memberikan komentar tentang teori dan praktek : “ Jika cara menghafal pertanyaan guru dan jawaban murid secara tradisional merupakan suatu metode pedagogis yang buruk kenapa dibiarkan tanpa suatu upaya pencegah? ” hal ini dijawab oleh Westbury : “metode tradisional memberikan strategi penanggulangan kepada guru untuk mengoptimalkan hasil belajar murid tanpa disertai tuntutan yang berlebihan dari guru” menurutnya metode progresif merupakan metode mahal karena menggunakan sumber-sumber daya guru. Dan metode ini membutuhkan dukungan teknis yang cukup untuk sehingga memungkinkan murid meningkatkan penguasaannya atas proses belajar.

Asumsi Westbury tentang ruang kelas:

Satu : pendidikan masal menghasilkan kepandaian dasar membac dan menulis serta menghitung sambil menawarkan peluang mobilitas social kepada yang paling berbakat.

Dua : Pengetahuan merupakan produk pematangan dan latihan mental

Tiga : Pengetahuan merupakan hasil yang diberitahukan kepada murid

Empat : Ruang kelas merupakan tempat yang kompleks

Ruang kelas dan pemeliharaan ketertiban

Belajar dan masalah ketertiban saling berkaitan dan tak dapat dipisahkan satu sama lain. Hammersley berpendapat : “Kemampuan memberi jawaban atas pertanyaan guru memerlukan pengetahuan tentang konvensi-konvensi yang mengatur suatu jenis cara mengajar tertentu dan kemampuan untuk membaca tanda-tanda dalam cara guru menyusun pelajaran yang diberikannya”. Sosialisasi ke dalam cara belajar di sekolah juga merupakan sosialisasi ke dalam ketertiban yang sudah berlaku di sekolah dimana otoritas guru adalah yang paling tinggi dan dimana pengetahuan merupakan suatu yang diterima dan bukan dicari secara aktif.

Telaah mengenai penggunaan bahasa dalam ruang kelas

Empat komponen yang dikemukakan Bellack dalam permainan bahasa dalam ruang kelas adalah

Satu : Penstrukturan, bagaimana guru mengarahkan perhatian kelas kepada pokok bahasan dalam pelajaran yang sedang diberikan.

Dua ; Minta Jawaban, Guru mengajukan pertanyaan atau memberi perintah

Tiga : Respon Murid, murid memberi jawaban atas pertanyaan atau perintah guru

Empat : Reaksi, penilaian guru terhadap hasil yang terlontar dari murid.

Untuk menjadikan ruang kelas merupakan ruang belajar yang efektif jadikan murid yang proaktif terhadap bahasa guru bukan guru yang proaktif terhadap bahasanya. Sehingga disini guru memiliki kemampuan berbahasa yang mengaktifkan respon murid dan bukan mematikan respon murid.

Suatu sintesa antara ruang kelas Individual dan struktur social

Edward dan Furlog (1978) menyatakan : “ Hubungan structural guru dan murid berulang-ulang membangun kembali struktur yang merupakan landasan bagi interaksi mereka dan merupakan produk dari padanya.” Yakni ketikadseimbangan yang potensial menyebabkan guru banyak merasa bahwa mereka sedang duduk diatas seabuah gunung berapi yang jelas-jelas masih aktif. Maka ruang kelas merupakan control social dalam dimensi structural yang luas.

Keharusan untuk memberi respon terhadap anak sebagai individu yang unik dan mengalokasikan anak sebagai struktur pekerjaan ini merupakan strategi penanggulangan terhadap kendala, yang hakekatnya anak dapat menentukan pilihannya secara terbimbing untuk membuat pilihan.

Kesimpulan

Suatu tinjauan kepustakaan tentang ruang kelas tak akan membantu kita untuk memperoleh suatu penilaian yang optimistis mengenai masa depan pendidikan. Pendekatan formal Flanders dan Bellack, umpamanya nampaknya tidak banyak melampui hasil pengamatan Romiett Stevens pada pergantian abad. Pendekatan-pendekatan interpretative akan menjadi lain kalau ia telah beralih menjadi deskripsi-deskripsi yang a-teoritis, sedangkan yang radikal memberi peluang kepada penganjur interpretative untuk membenarkan apa yan sudah dikenalkan yaitu bahwa bagaimana ruang kelas tetap, selaras dengan kebutuhan-kebutuhan produksi masyarakat kapitalis. Sebagian dari permasalahannya adalah kompleksnya ruang kelas, yang tercermin dalam dilemma yang diidentifikasikan oleh Ballack dan A. Hargreaves, yakni untuk melihat anak – anak sebagai makhluk yang unik dan juga sebagai calon anggota-anggota struktur pekerjaan. Hal ini ditimbulkan dari cara pandang ruang kelas sebagai unit analisa yang biasa diisolasikan, sehingga ruang kelas merupakan unit administrative dalam lingkungan sekolah. Akan tetapi bilamana ruang kelas menjadi dominasi guru, murid dan tempat pengalihan pengetahuan, maka ruang kelas telah terletak sebagai atribut suatu organisasi.

Comments